BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Seleksi
genetik untuk pemuliaan tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman) telah
dilakukan sejak tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai di Mesopotamia.
Secara konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan memanfaatkan proses
seleksi dan persilangan tanaman. Kedua proses tersebut memakan waktu yang cukup
lama dan hasil yang didapat tidak menentu karena bergantung dari mutasi alamiah
secara acak.
Sejarah
penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri
Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang
dimilikinya ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama,
yaitu bunga matahari yang disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah
berhasil dikembangkan oleh manusia. Sejak saat itu, pengembangan tanaman
transgenik untuk kebutuhan komersial dan peningkatan tanaman terus dilakukan
manusia. Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan dipasarkan
adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat
pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lebih dari 80 juta hektar tanah pertanian di
dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik dan 56% kedelai di dunia
merupakan kedelai transgenik.
B.
Tujuan
Makalah
ini dibuat tujuannya agar pembaca mengetahui bagaimana tanaman transgenik yang
direkayasa yang dilakukan oleh masyarakat
C.
Manfaat
Dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengetahui Rekayasa
genetika seperti dalam pembuatan transgenik dilakukan untuk kesejahteraan
manusia. Akan tetapi, terkadang muncul dampak yang tidak diinginkan, yaitu
dampak negatif dan positifnya
D.
Permasalahan
Belum diketahuinya
bagaimana tanaman transgenik
yang direkayasa yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Tanaman Transgenik
Transgenik
adalah tanaman yang telah direkayasa
bentuk maupun kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri,
mikroba, atau virus untuk tujuan tertentu
Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari
organisme lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain
seperti bakteri, virus, hewan, atau tanaman lain.
Secara
ontologi tanaman transgenik adalah suatu produk rekayasa
genetika melalui transformasi gen dari makhluk hidup
lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru yang
memiliki sifat unggul yang lebih baik dari tanaman
sebelumnya.
Secara
epistemologi, proses pembuatan tanaman transgenik sebelum
dilepas ke masyarakat telah melalui hasil penelitian
yang panjang, studi kelayakan dan uji lapangan dengan pengawasan
yang ketat, termasuk melalui analisis dampak lingkungan
untuk jangka pendek dan jangka panjang. Secara
aksiologi: berdasarkan pendapat kelompok masyarakat
yang pro dan kontra tanaman transgenik memiliki manfaat untuk
memenuhi kebutuhan pangan penduduk, tetapi manfaat tersebut belum
teruji, apakah lebih besar manfaatnya atau kerugiannya.
Tanaman
transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari
spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan gen asing
ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan,
misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan,
resisten terhadap organisme pengganggu tanaman, serta kuantitas dan kualitas
yang lebih tinggi dari tanaman alami.
Sebagian
besar rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi
kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan
kekurangan gizi manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi
bagian dari pemuliaan tanaman. Hadirnya tanaman transgenik menimbulkan
kontroversi masyarakat dunia karena sebagian masyarakat khawatir apabila
tanaman tersebut akan mengganggu keseimbangan lingkungan (ekologi),
membahayakan kesehatan manusia, dan memengaruhi perekonomian global.
Pembuatan
tanaman transgenic Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama
dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu
(sifat yang diinginkan).Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain,
hewan, cendawan, atau bakteri.Setelah gen yang diinginkan didapat maka
dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen.Pada tahapan
kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa
DNA), contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen).Kemudian, vektor
kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring
dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah
diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing
tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya
adalah bagian daun. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode,
yaitu metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri
Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan
bantuan listrik).
Metode
senjata gen atau penembakan mikro-proyektil. Metode ini sering digunakan pada
spesies jagung dan padi. Untuk melakukannya, digunakan senjata yang dapat
menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel
tanaman.Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel
tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun
ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.
Metode
transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens. Bakteri
Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena
memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing.Di
dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk
menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam
tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens
secara langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom
(DNA) tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat
yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.
Metode
elektroporasi. Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima
gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel
yang kehilangan dinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan
voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing
dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman.
Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.
Setelah
proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel
yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus
(sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan
tunas. Apabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan
pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati. Gen yang telah
diidentikfikasi diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam sel
tanaman. Melalui suatu sistem tertentu, sel tanaman
yang membawa gen tersebut dapat dipisahkan dari sel tanaman
yang tidak membawa gen. Tanaman pembawa gen
ini kemudian ditumbuhkan secara normal. Tanaman inilah yang
disebut sebagai tanaman transgenik karena ada gen asing
yang telah dipindahkan dari makhluk hidup lain ke tanaman tersebut
(Muladno, 2002).
Tanaman
transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau sejumlah
gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari tanaman
tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali.
Transgenik
per definisi adalah the use of gene manipulation to permanently modify the cell
or germ cells of organism (BPPT,2000). Karena berisi transgene tadi, tanaman
itu disebut genetically modified crops (GM crops). Atau, organisme yang
mengalami rekayasa genetika (genetically modified organisms, GMOs).
Transgene
umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu.
Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi
memanfaatkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang
mematikan bagi hama tertentu. Gen Bt ini disisipkan ke rangkaian gen
tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis
bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari, 2003).
B.
Proses Transgenik
Cara
seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang
plasmid (lihat Bab XI). Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi
setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun
atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau
berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa
fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan
pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel
inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, Seleksi sel rekombinan yang
membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut
menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan secara in
vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain
reaction (PCR). Penjelasan lebih rinci tentang teknik PCR dapat dilihat pada
Bab XII. Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui
cara yang dinamakan hibridisasi koloni (lihat Bab X). Koloni-koloni sel
rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar,
dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja.
Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak.
Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan
posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa
menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.
Susunan
materil genetic diubah dengan jalan menyisipkan gen baru yang unggul ke dalam
kromosomnya.Tanaman transgenik memiliki kualitas lebih dibanding tanaman
konvensional, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, umur
pendek, dll; sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan
pangan secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida
atau bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih baik
Teknik
rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman; yaitu memperbaiki sifat-sifat
tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman hama maupun
lingkungan yang kurang menguntungkan; sehingga tanaman transgenik memiliki
kualitas lebih baik dari tanaman konvensional, serta bukan hal baru karena
sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat;
A. Tujuan
Transgenik
Tujuan
memindahkan gen tersebut untuk mendapatkan organisme baru yang memiliki sifat
lebih baik. Hasilnya saat ini sudah banyak jenis tanaman transgenik, misalnya
jagung, kentang, kacang, kedelai, dan kapas. Keunggulan dari tanaman transgenic
tersebut umumnya adalah tahan terhadap serangan hama.
Rekayasa
genetika seperti dalam pembuatan transgenik dilakukan untuk kesejahteraan
manusia. Akan tetapi, terkadang muncul dampak yang tidak diinginkan, yaitu
dampak negatif dan positifnya sebagai berikiut
B. Contoh-contoh
Beberapa contoh tanaman
transgenik yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel di bawah ini.
Jenis tanaman
|
Sifat yang telah
dimodifikasi
|
Modifikasi
|
Foto
|
Padi
|
|
||
Jagung,
kapas, kentang
|
|
||
Tembakau
|
Gen untuk mengatur
pertahanan pada cuaca dingin dari tanaman Arabidopsis thaliana atau dari sianobakteri (Anacyctis nidulans)
dimasukkan ke tembakau.[15]
|
|
|
Tomat
|
Proses pelunakan tomat
diperlambat sehingga tomat dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat busuk.[17]
|
Gen khusus yang disebut antisenescens
ditransfer ke dalam tomat untuk menghambat enzim poligalakturonase (enzim yang mempercepat
kerusakan dinding sel tomat).[16] Selain menggunakan gen
dari bakteri E. coli, tomat transgenik juga dibuat dengan memodifikasi
gen yang telah dimiliknya secara alami.[17]
|
|
Kedelai
|
Gen resisten herbisida
dari bakteri Agrobacterium galur CP4 dimasukkan ke kedelai dan juga
digunakan teknologi molekular untuk meningkatkan pembentukan asam oleat.[15][18]
|
|
|
Ubi jalar
|
Gen dari selubung virus
tertentu ditransfer ke dalam ubi jalar dan dibantu dengan
teknologi peredaman
gen.[19]
|
|
|
Kanola
|
Gen FatB dari Umbellularia californica ditransfer ke dalam
tanaman kanola untuk meningkatkan kandungan asam laurat.[20]
|
|
|
Pepaya
|
|
||
Melon
|
|
||
Bit gula
|
Gen dari bakteri Agrobacterium
galur CP4 dan cendawan Streptomyces
viridochromogenes ditransfer ke dalam tanaman bit gula.[23]
|
|
|
Prem (plum)
|
|
||
Gandum
|
Gen penyandi enzim
kitinase (pemecah dinding
sel cendawan) dari jelai (barley) ditransfer ke tanaman gandum.[25]
|
|
BAB
III
APLIKASI
TRANSGENIK
Pemanfaatan
Organisme Transgenik dan Produk yang Dihasilkannya
Teknologi
DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam
berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk
teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi
genetik (OHMG), yang dalam bahasa Inggris disebut dengan genetically modified
organism (GMO). Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan
berupa pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang
dihasilkan oleh organisme transgenik.
Dewasa
ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh
kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa
contoh pemanfaatan organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam
berbagai bidang kehidupan manusia.
1.
Pertanian
Aplikasi
teknologi DNA rekombinan di bidang pertanian berkembang pesat dengan
dimungkinkannya transfer gen asing ke dalam tanaman dengan bantuan bakteri
Agrobacterium tumefaciens (lihat Bab XI). Melalui cara ini telah berhasil
diperoleh sejumlah tanaman transgenik seperti tomat dan tembakau dengan
sifat-sifat yang diinginkan, misalnya perlambatan kematangan buah dan
resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu.
Pada
tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai
1,7 ha, dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang melakukan penanaman tersebut
antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta ha), Kanada (4
juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1
juta ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian
tanaman pangan transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil
kedelai 780.000 ton, dan jagung 687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di
Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah), kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi
Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah). Sementara itu, tanaman transgenik
lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia adalah kacang tanah,
kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar.
Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi
telah tersentuh oleh teknologi DNA rekombinan, misalnya penurunan morbiditas
penyakit ternak serta perbaikan kualitas pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk
penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing, blue tongue pada domba,
white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi
menggunakan teknologi DNA rekombinan. Di samping itu, juga telah dihasilkan
hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine somatotropine atau rBST),
babi (recombinant porcine somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth
hormone). Penemuan ternak transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah
ketika keberhasilan kloning domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari
1997.
Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian
bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara dengan cara
meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya penanganan pascapanen serta
prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi pangan melalui revolusi gen
ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan yang
dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya
simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi
memberikan keuntungan yang cukup nyata. Adapun dampak positif yang sebenarnya
diharapkan akan menyertai penemuan produk pangan hasil rekayasa genetika adalah
terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi.
2. Perkebunan,
kehutanan, dan florikultur
Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak
sawit yang kadar karotennya lebih tinggi saat ini mulai dirintis
pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan perkebunan karet transgenik
dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik
yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat.
Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati
transgenik, yang memiliki struktur kayu lebih baik. Sementara itu, di bidang
florikultur antara lain telah diperoleh tanaman anggrek transgenik dengan masa
kesegaran bunga yang lama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan beberapa jenis
tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang diinginkan dan masa
kesegaran bunga yang lebih panjang.
3. Kesehatan
Di bidang kesehatan, rekayasa genetika terbukti mampu
menghasilkan berbagai jenis obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga
memberikan harapan dalam upaya penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang.
Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga
telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya
berbagai produk industri farmasi penting seperti insulin, interferon, dan
beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih efisien. Hal ini karena gen
yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut diklon ke dalam sel
inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan
cara kultivasi biasa.
4. Lingkungan
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan
dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi
lingkungan yang sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang
dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor
pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh,
sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah tercemari oleh
metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia meskipun
dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri)
organik ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang
membawa gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk
mendetoksifikasi air raksa organik.
5. Industri
Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada
pembuatan keju, enzim renet yang digunakan juga merupakan produk organisme
transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese) yang diproduksi di Amerika
Serikat menggunakan enzim yang berasal dari organisme transgenik. Demikian pula,
bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa makanan, pengawet makanan,
pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini banyak menggunakan
produk organisme transgeni
BAB
IV
DAMPAK
POSITIF DAN NEGATIF
REKAYASA
GENETIK TRANSGENIK
Dampak Positif Transgenik
- Rekayasa
transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih
sedikit.
- Rekayasa
tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas
daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
- Makanan
dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.
Dampak Negatif Transgenik
Adapun dampak negatif dari rekayasa transgenik meliputi
beberapa aspek yaitu:
- Aspek
sosial Yang meliputi:
1. Aspek agama
Penggunaan
gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya
akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula,
penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan
menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak
boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial
(hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi
kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai
moral kemanusiaan universal. Demikian juga, xenotransplantasi
(transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell dari
embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk
pelanggaran terhadap norma agama.
2.
Aspek etika dan estetika
Penggunaan
bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan
produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa
menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut.
Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon
manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.
- Aspek
ekonomi
Berbagai
komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan
serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional.
Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan
jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas
menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik gula yang menggunakan
bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds
transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari
kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng
konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme
transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada
pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung
daging, dan tepung tulang.
- Aspek
kesehatan
1.
Potensi toksisitas bahan pangan
Dengan
terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul
bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan
pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang
tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas
yang membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat
mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada
bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan
adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan
kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan
pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko
yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil
metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan
kontribusi toksin, alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.
Beberapa
organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan
kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang
Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di
dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang
resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen,
yang tinggi.
2.
Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO
pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru,
baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi
menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain.
Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah
ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya,
bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin.
Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan
bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat
diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita
GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.
Contoh
lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar
protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan
kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat
pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat
pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet transgenik.
Selain
pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit
pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus
percobaan yang diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan
dan imunodepresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di
Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan
bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah mengembangkan
berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut
merupakan tanaman transgenik.
- Aspek
lingkungan
1.
Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan
tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang
telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma
nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh,
dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida,
misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu
raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan
keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal
ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt
dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada
jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu
raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah
kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan
demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat
dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
2.
Potensi pergeseran gen
Daun
tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10
tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme
tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah
mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi
kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman
tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur
tanah di areal pertanamannya.
3.
Potensi pergeseran ekologi
Organisme
transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya
tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah
selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap
faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik
dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
4.
Potensi terbentuknya barrier species
Adanya
mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species
yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan
adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
5.
Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman
transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar
yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang
buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang
penyakit dan lebih disukai oleh serangga.
Sebagai
contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan
mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin
banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan
perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang
menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan
herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan
sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan.
Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya:
1.
Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik
menimbulkan keracunan
Masyarakat
mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan serangga yang
mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun
terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dalam artikel ini,
kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja
aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari
golongan yang sesuai virulensinya.
2.
Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi
Sekitar
1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap makanan.
Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum,
ikan, kacang-kacangan, dan padi. Konsumsi produk makanan dari kedelai yang
diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut,
diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin
prick test yang menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil
positif sebagai allergen. Dalam artikel ini, penulis berpendapat bahwa alergi
tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik. Hal ini dikarenakan semua allergen merupakan protein
sedangkan semua protein belum tentu allergen. Allergenmemiliki sifat stabil dan
membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam sistem pencernaan, sedangkan
protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas pada suhu >65 C
sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.
Masyarakat tidak perlu bersikap anti terhadap
teknologi, namun sebaiknya dapat menerima dengan sikap kehati-hatian untuk
menghindari resiko jangka panjang
- Berubahnya urutan informasi
genetik yang dimiliki, maka sifat organisme yang bersangkutan juga
berubah.
- Bakteri hasil rekayasa yang
lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya tidak dapat diperkirakan.
- Kemungkinan
menimbulkan keracunan.
- Kemungkinan
menimbulkan alergi
- Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh manusia dan tahan antibiotik.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah kami
sajikan dapat kami simpulkan bahwa :
- Rekayasa
transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih
sedikit.
- Rekayasa
tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas
daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
- Makanan
dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.
Namun selain itu juga dapat menimbulkan berbagai ke
kawatiran, diantaranya yaitu:
- Terjadinya silang luar
- Adanya efek kompensasi
- Munculnya
hama target yang tahan terhadap insektisida
- Munculnya efek samping
terhadap hama non target
SARAN
Setelah
membaca makalah di atas maka penulis menyarankan agar kita lebih berhati-hati
dalam melakukan setiap percobaan apalagi mnyangkut gen dan segala rekayasanya
karena bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan
DAFTAR
PUSTAKA
www. Wikepedia.yahoo.co.id
http://en.wikipedia.org/wiki/Joseph_Fourier
1. Aguzzi A, Brandner
S, Isenmann S, Steinbach JP, and Sure U : Transgenic and gene disruption
techniques in the study of neurocarcinogenesis. Glia 1995: 15: 348-364
2. Jusuf, A.A :
Transgenic and gene disruption techniques from a concept to a tool in studying
the basic pathogenesis of various human disease. Medical Journal Of Indonesia.
1998: 7; 2 : 55-64
0 komentar