Rabu, 25 Mei 2016

MAKALAH TANAMAN TRANSGENIK

BAB  I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seleksi genetik untuk pemuliaan tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman) telah dilakukan sejak tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai di Mesopotamia. Secara konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan memanfaatkan proses seleksi dan persilangan tanaman. Kedua proses tersebut memakan waktu yang cukup lama dan hasil yang didapat tidak menentu karena bergantung dari mutasi alamiah secara acak.
Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang dimilikinya ke dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama, yaitu bunga matahari yang disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil dikembangkan oleh manusia. Sejak saat itu, pengembangan tanaman transgenik untuk kebutuhan komersial dan peningkatan tanaman terus dilakukan manusia. Tanaman transgenik pertama yang berhasil diproduksi dan dipasarkan adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di Amerika Serikat pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lebih dari 80 juta hektar tanah pertanian di dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik dan 56% kedelai di dunia merupakan kedelai transgenik.
B.     Tujuan
                                                            Makalah ini dibuat tujuannya agar pembaca mengetahui bagaimana tanaman transgenik yang direkayasa yang dilakukan oleh masyarakat
C.     Manfaat
Dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengetahui Rekayasa genetika seperti dalam pembuatan transgenik dilakukan untuk kesejahteraan manusia. Akan tetapi, terkadang muncul dampak yang tidak diinginkan, yaitu dampak negatif dan positifnya
D.    Permasalahan
Belum diketahuinya bagaimana tanaman transgenik yang direkayasa yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri



BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Tanaman Transgenik
Transgenik adalah tanaman yang telah direkayasa bentuk maupun kualitasnya melalui penyisipan gen atau DNA binatang, bakteri, mikroba, atau virus untuk tujuan tertentu  Organisme transgenik adalah organisme yang mendapatkan pindahan gen dari organisme lain. Gen yang ditransfer dapat berasal dari jenis (spesies) lain seperti bakteri, virus, hewan, atau tanaman lain.
Secara  ontologi   tanaman transgenik adalah  suatu produk rekayasa genetika  melalui  transformasi gen dari  makhluk hidup  lain ke dalam tanaman yang tujuannya untuk menghasilkan tanaman baru  yang memiliki sifat unggul yang lebih  baik  dari  tanaman sebelumnya.
Secara epistemologi,  proses pembuatan  tanaman transgenik sebelum  dilepas  ke  masyarakat telah melalui hasil  penelitian  yang panjang, studi  kelayakan dan uji lapangan dengan pengawasan  yang  ketat,  termasuk melalui analisis   dampak lingkungan untuk jangka pendek dan jangka  panjang.    Secara aksiologi:  berdasarkan  pendapat  kelompok masyarakat  yang pro dan kontra  tanaman transgenik memiliki manfaat   untuk memenuhi kebutuhan pangan  penduduk,  tetapi manfaat tersebut belum teruji, apakah lebih  besar  manfaatnya atau kerugiannya.
Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan gen asing ini bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten terhadap organisme pengganggu tanaman, serta kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman alami.
Sebagian besar rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan kekurangan gizi manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi bagian dari pemuliaan tanaman. Hadirnya tanaman transgenik menimbulkan kontroversi masyarakat dunia karena sebagian masyarakat khawatir apabila tanaman tersebut akan mengganggu keseimbangan lingkungan (ekologi), membahayakan kesehatan manusia, dan memengaruhi perekonomian global.
Pembuatan tanaman transgenic Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi atau pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan).Gen yang diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri.Setelah gen yang diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen.Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen pembawa DNA), contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen).Kemudian, vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun. Transfer gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata gen, metode transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi (metode transfer DNA dengan bantuan listrik).
Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil. Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman.Mikro-proyektil tersebut akan mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.
Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens. Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen asing.Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA) tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.
Metode elektroporasi. Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima gen asing harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel yang kehilangan dinding sel). Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase tinggi untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman. Kemudian, dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.
Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila telah terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru tanaman dapat diamati. Gen yang telah  diidentikfikasi diisolasi dan kemudian dimasukkan ke dalam  sel tanaman.    Melalui  suatu sistem tertentu, sel tanaman yang  membawa  gen tersebut dapat dipisahkan dari sel tanaman yang  tidak  membawa gen.  Tanaman  pembawa  gen  ini  kemudian  ditumbuhkan secara normal.  Tanaman inilah yang disebut sebagai tanaman transgenik karena ada  gen  asing  yang  telah dipindahkan dari makhluk  hidup lain ke tanaman tersebut (Muladno, 2002).
Tanaman transgenik merupakan hasil rekayasa gen dengan cara disisipi satu atau sejumlah gen. Gen yang dimasukkan itu - disebut transgene - bisa diisolasi dari tanaman tidak sekerabat atau spesies yang lain sama sekali.
Transgenik per definisi adalah the use of gene manipulation to permanently modify the cell or germ cells of organism (BPPT,2000). Karena berisi transgene tadi, tanaman itu disebut genetically modified crops (GM crops). Atau, organisme yang mengalami rekayasa genetika (genetically modified organisms, GMOs). 
Transgene umumnya diambil dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu.  Misal, pada proses membuat jagung Bt tahan hama, pakar bioteknologi memanfaatkan gen bakteri tanah Bacillus thuringiensis (Bt) penghasil racun yang mematikan bagi hama tertentu.  Gen Bt ini disisipkan ke rangkaian gen tanaman jagung. Sehingga tanaman resipien (jagung) juga mewarisi sifat toksis bagi hama. Ulat atau hama penggerek jagung Bt akan mati (Intisari, 2003).

               B.  Proses Transgenik
Cara seleksi sel transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang plasmid (lihat Bab XI). Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction (PCR). Penjelasan lebih rinci tentang teknik PCR dapat dilihat pada Bab XII. Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui cara yang dinamakan hibridisasi koloni (lihat Bab X). Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.
Susunan materil genetic diubah dengan jalan menyisipkan gen baru yang unggul ke dalam kromosomnya.Tanaman transgenik memiliki kualitas lebih dibanding tanaman konvensional, kandungan nutrisi lebih tinggi, tahan hama, tahan cuaca, umur pendek, dll; sehingga penanaman komoditas tersebut dapat memenuhi kebutuhan pangan secara cepat dan menghemat devisa akibat penghematan pemakaian pestisida atau bahan kimia lain serta tanaman transgenik produksi lebih baik
Teknik rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman; yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambah sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman hama maupun lingkungan yang kurang menguntungkan; sehingga tanaman transgenik memiliki kualitas lebih baik dari tanaman konvensional, serta bukan hal baru karena sudah lama dilakukan tetapi tidak disadari oleh masyarakat;
A.  Tujuan Transgenik
Tujuan memindahkan gen tersebut untuk mendapatkan organisme baru yang memiliki sifat lebih baik. Hasilnya saat ini sudah banyak jenis tanaman transgenik, misalnya jagung, kentang, kacang, kedelai, dan kapas. Keunggulan dari tanaman transgenic tersebut umumnya adalah tahan terhadap serangan hama.
Rekayasa genetika seperti dalam pembuatan transgenik dilakukan untuk kesejahteraan manusia. Akan tetapi, terkadang muncul dampak yang tidak diinginkan, yaitu dampak negatif dan positifnya sebagai berikiut
B.  Contoh-contoh
Beberapa contoh tanaman transgenik yang dikembangkan di dunia tertera pada tabel di   bawah ini.
Jenis tanaman
Sifat yang telah dimodifikasi
Modifikasi
Foto
Padi
Mengandung provitamin A (beta-karotena) dalam jumlah tinggi.[15]
Gen dari tumbuhan narsis, jagung, dan bakteri Erwinia disisipkan pada kromosom padi.[15]
Jagung, kapas, kentang
Tahan (resisten) terhadap hama.[16]
Gen toksin Bt dari bakteri Bacillus thuringiensis ditransfer ke dalam tanaman.[15][16]
Tembakau
Tahan terhadap cuaca dingin.[15]
Gen untuk mengatur pertahanan pada cuaca dingin dari tanaman Arabidopsis thaliana atau dari sianobakteri (Anacyctis nidulans) dimasukkan ke tembakau.[15]
Tomat
Proses pelunakan tomat diperlambat sehingga tomat dapat disimpan lebih lama dan tidak cepat busuk.[17]
Gen khusus yang disebut antisenescens ditransfer ke dalam tomat untuk menghambat enzim poligalakturonase (enzim yang mempercepat kerusakan dinding sel tomat).[16] Selain menggunakan gen dari bakteri E. coli, tomat transgenik juga dibuat dengan memodifikasi gen yang telah dimiliknya secara alami.[17]
Kedelai
Mengandung asam oleat tinggi dan tahan terhadap herbisida glifosat.[15][18] Dengan demikian, ketika disemprot dengan herbisida tersebut, hanya gulma di sekitar kedelai yang akan mati.
Gen resisten herbisida dari bakteri Agrobacterium galur CP4 dimasukkan ke kedelai dan juga digunakan teknologi molekular untuk meningkatkan pembentukan asam oleat.[15][18]
Ubi jalar
Tahan terhadap penyakit tanaman yang disebabkan virus.[19]
Gen dari selubung virus tertentu ditransfer ke dalam ubi jalar dan dibantu dengan teknologi peredaman gen.[19]
Kanola
Menghasilkan minyak kanola yang mengandung asam laurat tinggi sehingga lebih menguntungkan untuk kesehatan dan secara ekonomi.[20] Selain itu, kanola transgenik yang disisipi gen penyandi vitamin E juga telah ditemukan.[16]
Gen FatB dari Umbellularia californica ditransfer ke dalam tanaman kanola untuk meningkatkan kandungan asam laurat.[20]
Pepaya
Resisten terhadap virus tertentu, contohnya Papaya ringspot virus (PRSV).[21]
Gen yang menyandikan selubung virus PRSV ditransfer ke dalam tanaman pepaya.[21]
Melon
Buah tidak cepat busuk.[22]
Gen baru dari bakteriofag T3 diambil untuk mengurangi pembentukan hormon etilen (hormon yang berperan dalam pematangan buah) di melon.[22]
Bit gula
Tahan terhadap herbisida glifosat dan glufosinat.[23]
Gen dari bakteri Agrobacterium galur CP4 dan cendawan Streptomyces viridochromogenes ditransfer ke dalam tanaman bit gula.[23]
Prem (plum)
Resisten terhadap infeksi virus cacar prem (plum pox virus).[24]
Gen selubung virus cacar prem ditransfer ke tanaman prem.[24]
Gandum
Resisten terhadap peyakit hawar yang disebabkan cendawan Fusarium.[25]
Gen penyandi enzim kitinase (pemecah dinding sel cendawan) dari jelai (barley) ditransfer ke tanaman gandum.[25]



BAB III
APLIKASI TRANSGENIK

Pemanfaatan Organisme Transgenik dan Produk yang Dihasilkannya
Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG), yang dalam bahasa Inggris disebut dengan genetically modified organism (GMO). Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik.
Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh pemanfaatan organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
1.      Pertanian
Aplikasi teknologi DNA rekombinan di bidang pertanian berkembang pesat dengan dimungkinkannya transfer gen asing ke dalam tanaman dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens (lihat Bab XI). Melalui cara ini telah berhasil diperoleh sejumlah tanaman transgenik seperti tomat dan tembakau dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya perlambatan kematangan buah dan resistensi terhadap hama dan penyakit tertentu.
Pada tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai 1,7 ha, dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton, dan jagung 687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah), kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah). Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar.
Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan kualitas pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing, blue tongue pada domba, white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan. Di samping itu, juga telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.
Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi pangan melalui revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan yang dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup nyata. Adapun dampak positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi.
2.      Perkebunan, kehutanan, dan florikultur
Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih tinggi saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan perkebunan karet transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat.
Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur kayu lebih baik. Sementara itu, di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.
3.      Kesehatan
Di bidang kesehatan, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut diklon ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan cara kultivasi biasa.
4.      Lingkungan
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri) organik ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang membawa gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa organik.
5.       Industri
Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang digunakan juga merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese) yang diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari organisme transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini banyak menggunakan produk organisme transgeni

BAB IV
DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF
REKAYASA GENETIK TRANSGENIK

Dampak Positif Transgenik
  1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih sedikit.
  2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
  3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.
       Dampak Negatif Transgenik
Adapun dampak negatif dari rekayasa transgenik meliputi beberapa aspek yaitu:
  1. Aspek sosial Yang meliputi:
1.  Aspek agama
Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan universal. Demikian juga,  xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma agama.




2.       Aspek etika dan estetika
Penggunaan bakteri E coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.
  1. Aspek ekonomi
Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajad kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan tepung tulang.
  1. Aspek kesehatan
1.      Potensi toksisitas bahan pangan
Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.

Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.

2.      Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah (GO), Neisseria gonorrhoeae. Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet transgenik.


Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.
  1. Aspek lingkungan
1.      Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.

2.      Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.
3.      Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi.
4.      Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
5.      Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga.
Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan.
Beberapa kekhawatiran tersebut diantaranya:
1.      Kekhawatiran bahwa tanaman transgenik menimbulkan keracunan 
Masyarakat mengkhawatirkan bahwa produk transgenik berupa tanaman tahan serangga yang mengandung gen Bt (Bacillus thuringiensis) yang berfungsi sebagai racun terhadap serangga, juga akan berakibat racun pada manusia. Dalam artikel ini, kehawatiran ini disanggah dengan pendapat bahwa gen Bt hanya dapat bekerja aktif dan bersifat racun jika bertemu dengan reseptor dalam usus serangga dari golongan yang sesuai  virulensinya.
2.      Kekhawatiran terhadap kemungkinan alergi
Sekitar  1-2% orang dewasa dan 4-6% anak-anak mengalami alergi terhadap makanan. Penyebab alergi (allergen) tersebut diantaranya brazil nut, crustacean, gandum, ikan, kacang-kacangan, dan padi. Konsumsi produk makanan dari kedelai yang diintroduksi dengan gen penghasil protein metionin dari tanaman brazil nut, diduga menimbulkan alergi terhadap manusia. Hal ini diketahui lewat pengujian skin prick test yang menunjukkan bahwa kedelai transgenik tersebut memberikan hasil positif sebagai allergen. Dalam artikel ini, penulis berpendapat bahwa alergi tersebut belum tentu disebabkan karena konsumsi tanaman transgenik. Hal ini dikarenakan semua allergen merupakan protein sedangkan semua protein belum tentu allergen. Allergenmemiliki sifat stabil dan membutuhkan waktu yang lama untuk terurai dalam sistem pencernaan, sedangkan protein bersifat tidak stabil dan mudah terurai oleh panas pada suhu >65 C sehingga jika dipanaskan tidak berfungsi lagi.  
Masyarakat tidak perlu bersikap anti terhadap teknologi, namun sebaiknya dapat menerima dengan sikap kehati-hatian untuk menghindari resiko jangka panjang
  1. Berubahnya urutan informasi genetik yang dimiliki, maka sifat organisme yang bersangkutan juga berubah.
  2. Bakteri hasil rekayasa yang lolos laboratorium atau pabrik yang dampaknya tidak dapat diperkirakan.
  3. Kemungkinan menimbulkan keracunan.
  4. Kemungkinan menimbulkan alergi
  5. Kemungkinan menyebabkan bakteri dalam tubuh manusia dan tahan antibiotik.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
          Dari uraian yang telah kami sajikan dapat kami simpulkan bahwa :
  1. Rekayasa transgenik dapat menghasilkan prodik lebih banyak dari sumber yang lebih sedikit.
  2. Rekayasa tanaman dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan.
  3. Makanan dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan.
Namun selain itu juga dapat menimbulkan berbagai ke kawatiran, diantaranya yaitu:
  1. Terjadinya silang luar
  2. Adanya efek kompensasi
  3. Munculnya  hama target  yang tahan terhadap insektisida
  4. Munculnya efek samping  terhadap hama non target

      SARAN
Setelah membaca makalah di atas maka penulis menyarankan agar kita lebih berhati-hati dalam melakukan setiap percobaan apalagi mnyangkut gen dan segala rekayasanya karena bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan




DAFTAR PUSTAKA

www. Wikepedia.yahoo.co.id
http://en.wikipedia.org/wiki/Joseph_Fourier

1. Aguzzi A, Brandner S, Isenmann S, Steinbach JP, and Sure U : Transgenic and gene disruption techniques in the study of neurocarcinogenesis. Glia 1995: 15: 348-364
2. Jusuf, A.A : Transgenic and gene disruption techniques from a concept to a tool in studying the basic pathogenesis of various human disease. Medical Journal Of Indonesia. 1998: 7; 2 : 55-64


Load disqus comments

0 komentar